Search

Translate

Kamis, 25 Mei 2017

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI 1

 " PEWARNAAN GRANULA "

DISUSUN OLEH
NAMA   : DIRAYANTI EMBONG BULAN
NIM   : PO. 71. 3. 203. 11. 1. 066
KELAS    : B

               POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN 
TAHUN AJARAN 2011/2012 




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di dalam sitoplasma dapat ditemukan granula metakhromatik yang terdiri atas volutin, granula glikogen serta granula lemak. Granula metakhromatik sering ditemukan pada jenis-jenis kuman patogen tertentu dan berbentuk khas untuk kuman tersebut. Di dalam sitoplasma dapat ditemukan granula metakhromatik yang tersebut di dalam sediaan mikroskopik. Misalnya kuman difteri mempunyai granula metakhromatik karena bila diwarnai dalam sediaan, granula tersebut akan berwarna lain dari pada zat warna yang digunakan. Misalnya bila diwarnai sediaan kuman difteri dengan zat warna biru metilen,granula Babes-Ernst akan berwarna coklat tua. Pada spesies kuman tertentu, granula metakhromatik terletak pada tempat-tempat khas di dalam sel kuman.
Disamping material nukleus, sitoplasma bakteri mungkin mengandung inklusi sel – kepingan – kepingan kecil material yang tidak menjadi bagian utuh struktur sel. Butiran khusus ini yang rupanya bertindak sebagai sumber fosfat dan energi disebut butiran metakromat karena akan menyerap warna merah apabila diwarnai dengan metilen blue. Butiran metakromat disebut juga kolektif volutin.

2.1 Maksud dan Tujuan
1.2.1.      Maksud dari praktikum ini adalah :
1)        Untuk mengetahui teknik pewarnaan granula.
2)        Untuk memahami  prinsip pewarnaan granula.
1.2.2.      Tujuan dari praktikum ini adalah :
1)        Untuk melakukan proses pewarnaan granula.
2)        Membuat sediaan untuk pewarnaan garanula.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pewarnaan bakteri memberikan hasil yang cepat dan mengindikasi langkah diagnosis selanjutnya. Pada prosedur Neisser yang tidak spesifik,methylene blue , crystal violet dan chrysoidine digunakan untuk mendeteksi granula metechromatic, atau yang disebut Babes-Ernst polar bodies, khususnya pada diphtheria bacteria. Dengan nilai pH yang telah ditentukan, methylen blue dan crystal violet akan diikat pada polar bodies atau struktur (Volutin bodies), tetapi tidak terikat pada sel bakteri lainnya. Polar bodies akan terlihat sebagai titik gelap. Pada prosedur counter stain, badan bakteri diwarnai dengan chrysoidine tetapi ini hanya sebagian terserap oleh polar bodies.
            Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di alam, bakteri ini terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering kali diderita oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau penisilin untuk membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin DPT.
            Di alam, Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka – luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin. Pembentukan toksin ini secara in vitro terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi 0,14 µg/ml perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 µg/ml. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
            Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat mematikan pada dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida (jika ada NAD) dengan menghentikan aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan untuk translokasi polipeptidil- RNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan mengkatalisis reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks adenosin difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif.



















BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu:
Ø  Mikroskop
Ø  Objeck Glass
Ø  Bak pewarnaan
Ø  Kertas saring
Ø  Bunsen
Ø  Korek api
Ø  Pipet tetes
Ø  Cutton Bud
3.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu:
Ø  Neisser A
Ø  Neisser B
Ø  Neisser C
Ø  Oil immersi
Ø  Korekan mandel
3.3 Prosedur Kerja
Langkah kerja pewarnaan granula sebagai berikut:
Ø  Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Ø  Disiapkan objeck glass yang bersih dan bebas dari lemak.
Ø  Sampel diambil menggunakan cutton bud.
Ø  Kemudian dioleskan di atas objeck glass dengan cara memutar dengan satu arah.
Ø  Sampel dikeringkan kemudian difiksasi.
Ø  Setelah itu sampel diletakkan di bak pewarnaan.
Ø  Kemudian ditetesi dengan campuran larutan Neisser A dan B selama 1 menit.
Ø  Kemudian cat dibuang dan dikeringkan menggunakan kertas saring.
Ø  Yang terakhir ditetesi dengan Neisser C selama 2-3 menit.
Ø  Kemudian cat dibuang dan dikeringkan.
Ø  Setelah kering sampel ditetesi dengan oil immersi.
Ø  Kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X.



























BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil














                                                            Bakteri bergranula
                                                           
Ket:
a)    Warna Kuning: Badan bakteri
b)   Warna Biru: Granula
           
4.2 Pembahasan
Kuman Corynebacterium diphtheriae bila dipulas dengan Gram adalah : Gram positif staf. Tetapi bila C. Diphtheriae diwarnai dengan pewarnaan yang spesifik yaitu NEISSER dan ALBERT memperlihatkan bentuk yang istimewa seperti ”halter” yang pada ujungnya kelihatan pentolan yang disebut ” granula”. Granula ini mula-mula dilihat oleh Babes Ernst dan dinamakan granula Babes Erns


BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah  melakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X tidak ditemukan adanya bakteri berbentuk granula pada sediaan yang diamati. Karena sampel yang diambil negatif.
Pada sampel yang positif (+) ditemukan bakteri berbentuk basil yang mempunyai granula pada ujungnya, bisa dikedua ujungnya, bahkan di salah satu ujungnya. Badan sel bakteri berwarna orange/kuning, dan granulanya berwarna biru.
5.2 Saran
1.      Alat dan bahan yang akan digunakan telah tersedia sebelum melakukan praktikum.
2.      Sebaiknya sampel yang digunakan adalah sampel yang positif agar praktikan dapat mengamati bagaimana bentuk bakteri yang positif.
















DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Sodikin. 2010. Pewarnaan granula pada bakteri metode. http://www.sodiycxacun.web.id. Diakses tanggal 25 Juni 2012.
Musyaffa, Ripani. 2010. Pewarnaan garanula bakteri.
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com. Diakses tanggal 25 Juni 2012.
Rahmat, Panca. 2011. Bakteriologi.
http://pancarahmat.blogspot.com. Diakses tanggal 25 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar